Vitamin C (asam askorbat) terdapat dalam buah-buahan asam, tomat, kentang, kubis dan cabe hijau. Berbeda dengan makhluk hidup jenis lainnya, manusia dan primata jenis lainnya tidak dapat mensistesis atau membuat sendiri vitamin C di dalam tubuh. Kita hanya dapat memperoleh vitamin C dari mengkonsumsi makanan seperti buah dan sayuran;dan suplemen lainnya, seperti:
Buah
Stroberi 95 mg/100ml
Pepaya 85mg/100ml
Kiwi 75mg/100ml
Jeruk 70mg/100ml
Mangga 45mg/100ml
Nanas 24 mg/100ml
Semangka 15mg/100ml
Sayur
Brokoli 60mg/100g
Tomat 35mg/100g
Kembang Kol 25mg/100g
Cabai hijau 120mg/100g
Kacang-kacangan 19mg/100g
Bayam 59 mg/1000g
Sawi 50mg/100g
FUNGSI
üVitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan ikat.
üVitamin C membantu penyerapan zat besi dan membantu penyembuhan luka bakar atau luka lainnya.
üMembantu menurunkan kadar kolesterol jahat, yaitu LDL, dalam darah, membantu menjagaintegritas lapisan epitel tubuh dan pembuluh darah.
üSelain itu, vitamin C juga diperlukan untuk perawatan gigi, tulang, dan tulang rawan.
üSeperti halnya vitamin E, vitamin C juga merupakan antioksidan.
KEBUTUHAN MINIMAL AKAN VITAMIN C BERBEDA-BEDA PADA SETIAP TINGKAT UMUR DAN KEADAAN TUBUH.
1.Pada anak-anak
0 – 6 bulan: 40 mg/hari
7 – 12 bulan: 50 mg/hari
1 – 3 tahun: 15 mg/hari
4 – 8 tahun: 25 mg/hari
9 – 13 tahun: 45 mg/hari
2.Pada remaja
Wanita 14-18 tahun : 65 mg/hari
Pria 14-18 tahun : 75 mg/hari
3.Pada dewasa > 19 tahun
Pria : 90mg/hari
Wanita : 75mg/hari
4.Pada keadaan khusus lainnya terdapat peningkatan kebutuhan
Pada wanita hamil dan menyusui
Perokok
Orang yang sedang sakit dan mengalami infeksi seperti demam dan batuk
KEKURANGAN VITAMIN C
Kebutuhan akan vitamin C meningkat secara berarti dan merupakan resiko terjadinya kekurangan pada berbagai keadaan berikut:
- Kehamilan
- Menyusui
- Tirotiksikosis (hiperaktivitas kelenjar tiroid)
- Berbagai jenis peradangan
- Pembedahan
- Luka bakar.
Pada bayi yang berusia 6-12 bulan, kekurangan vitamin C dalam susu formula atau makanan padatnya dapat menyebabkan scurvy.
Gejala awalnya berupa rewel, nyeri jika badannya bergerak, kehilangan nafsu makan dan tidak mengalami penambahan berat badan.
Tulang-tulangnya tipis/kecil dan sendi-sendinya menonjol.
Yang khas adalah terjadinya perdarahan dibawah jaringan pelindung tulang dan di sekitar gigi.
Pada orang dewasa, scurvy bisa terjadi apabila melakukan diet, yang hanya mengandung daging dan tepung atau teh, roti bakar dan sayuran kalengan, yang kesemuanya merupakan makanan yang khas dimakan oleh orang tua yang tidak bernafsu makan.
Setelah beberapa bulan mengkonsumsi makanan tersebut, akan terjadi perdarahan dibawah kulit, terutama di sekitar akar rambut, dibawah kuku jari tangan, di sekitar gusi dan di dalam persendian.
Penderita akan tampak depresi, lelah dan lemah.
Tekanan darah dan denyut jantung menjadi naik turun (berfluktuasi).
Pemeriksaan darah menunjukkan kadar vitamin C yang sangat rendah.
Pada bayi dan orang dewasa, scurvy diobati dengan vitamin C dosis tinggi selama 1 minggu, diikuti dengan dosis yang lebih rendah selama 1 bulan.
KELEBIHAN VITAMIN C
Vitamin C dosis tinggi (500-10.000 miligram) telah dianjurkan untuk mencegah common cold, skizofrenia, kanker, hiperkolesterolemia dan aterosklerosis.
Tetapi hal ini belum mendapatkan dukungan ilmiah yang cukup.
Dosis yang melebihi 1000 miligram/hari menyebabkan:
- diare
- batu ginjal pada orang-orang yang peka
- perubahan siklus menstruasi.
Beberapa orang yang menghentikan asupan vitamin C dosis tinggi secara tiba-tiba dapat kembali mengalami scurvy.
Menurut Krochta dan De Mulder-Johnson (1997), edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut), dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk mempermudah penanganan makanan.
Edible film merupakan lapisan tipis dari materi yang dapat dimakan yang diletakkan diatas permukaan produk makanan untuk menyediakan penghalang bagi uap air, oksigen dan perpindahan padatan dari makanan tersebut. Aplikasi dapat dilakukan langsung pada permukaan makanan dengan cara pencelupan, penyemprotan atau brushing. Sebuah pelapisan yang ideal didefinisikan sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan buah segar tanpa menyebabkan keadaan anaerobik dan mengurangi kerusakan tanpa mengurangi kualitas buah. Selain itu edible film dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan air ( Avena–Bustillos et al., 1994 dalam Sonti, 2003 ).
Edible film dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu hidrokoloid, lemak, dan campuran keduanya.Golongan hidrokoloid dapat dibuat dari polisakarida (selulosa, modifikasi selulosa, pati, agar, alginat, pektin, dekstrin), protein (kolagen, gelatin, putih telur), termasuk golongan lipid. Edible film campuran terdiri dari campuran lipid dan hirokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing – masing (Guilbert, 1986 dalam Redl et al ,1996).
Beberapa keunggulan edible film dibandingkan dengan bahan pengemas lain yaitu (Nisperos-Carriedo et al., 1992; Park et al., 1994; Sothornvit and Krochta, 2000 dalam Sonti ,2003):
Meningkatkan retensi warna, asam, gula , dan komponen flavor
Mengurangi kehilangan berat
Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan
Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan
Memperpanjang umur simpan
Mengurangi penggunaan pengemas sintetik
Salah satu fungsi utama dari edible film adalah kemampuan mereka dalam peranannya sebagai penghalang, baik gas, minyak, atau yang lebih utama air. Kadar air makanan merupakan titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba, dan menyediakan mouthfeel dan tekstur yang baik. Edible film dapat mengontrol Aw (water activity) melalui pelepasan atau penerimaan air ( Druchta and Catherine , 2004 ).
1.2 Sifat Fisik Edible Film
Sifat-sifat fisik edible film antara lain:
a.Ketebalan edible film
Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi hidrokoloid pembentuk edible film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatil lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc. Hugh, 1994). Kepaduan dari edible film atau lapisan pada umumnya meningkat secara proporsional dengan ketebalan (Guilbert and Biquet, 1990).
b.Transmisi uap air edible film
ASTM (1989) dalam Cuq et al.(1996) lebih lanjut mendefinisikan transmisi uap air sebagai kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan ketebalan tertentu, pada kondisi yang spesifik.
c.Warna edible film
Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan pembentuk edible film dan suhu pengeringan . Warna edible film akan mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas et al., 1997).
d.Perpanjangan edible film atau elongasi
Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentangnya (Gontard et al., 1993).
e.Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength
Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel (Gontard et al., 1993).
1.3 Pembentukan Edible Film
Teknik yang dikembangkan dari edible film hidrokoloid (Guilbert and Biquet, 1990), yaitu:
Coacervation sederhana atau penggumpalan yang melibatkan pemisahan material pelapis dari larutan dengan pemanasan, pengubahan pH dan penambahan pelarut.
Gelifikasi, yaitu proses perubahan menjadi gel atau koagulasi panas (perubahan dari cairan menjadi padat), dimana pemanasan makromolekul menyebabkan perubahan sifat menjadi gel.
Gel mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastis (elasticity) dan kekakuan (rigidity). Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal yang belum diketahui tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya (Mc. Hugh, 1994).
Kekuatan edible film terkait dengan struktur kimia polimer, terdapatnya bahan aditif dan kondisi lingkungannya selama berlangsungnya pembentukan edible film (Banker, 1986 dalam Kester and Fennema, 1996).
Menurut Guilbert (1986), tahapan pembuatan edible film adalah sebagai berikut:
a. Pensuspensian bahan dalam pelarut
Pembuatan larutan film diawali dengan pensuspensian bahan dalam pelarut seperti etanol, air atau bahan pelarut lain.
b. Penambahan plastizicer
Plastizicer ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanik yaitu memberikan fleksibilitas pada sebuah polimer film sehingga film lentur ketika dibengkokkan, tidak mudah putus dan kuat.
c. Pengaturan suhu
Pengaturan suhu pada pembuatan edible film bertujuan membentuk pati tergelatinisasi yang merupakan awal pembentukan film. Suhu pemanasan akan menentukan sifat mekanik edible film karena suhu ini menentukan tingkat gelatinisasi yang terjadi dan sifat fisik pasta yang terbentuk.
d. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan pelarut sehingga diperoleh film. Suhu mempengaruhi waktu pengeringan dan kenampakan film yang dihasilkan.
Bila pasta yang terbentuk ketika proses gelatinisasi mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. Dengan demikian mereka menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi tersebut disebut retrogradasi (Winarno, 2002).
Produk pangan biasanya sangat kompleks, efek dari kandungan lainnya juga mempengaruhi ketika mengevaluasi fungsional pati yang berhubungan dengan viskositas. Lemak, gula, protein dan garam dapat mempengaruhi gelatinisasi, pengentalan dan retrogradasi. Biasanya, adanya kandungan yang berinteraksi (pelapisan, ikatan, atau membentuk kompleks) dengan granula atau bersaing dengan granula untuk berikatan dengan air dapat memberikan dampak negatif pada kekentalan. Sebagai contoh, lemak memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan granula pati dan menghalangi hidrasi, menghasilkan perkembangan kekentalan yang rendah.
Gula dan padatan lain membatasi gelatinisasi dan pengentalan dengan bersaing untuk keberadaan air. Kandungan pangan lainnya, seperti protein dan garam, juga dapat merubah kenampakan pati dan harus betul-betul dipertimbangkan ketika kandungan pati pangan diformulasi (Anonymous, 2006b). Berikut merupakan berbagai macam jenis film dengan beberapa sifat fisik yang dimilikinya.