Rabu, 06 Oktober 2010

EDIBLE FILM

Post : bayu

What is edible film ?

Menurut Krochta dan De Mulder-Johnson (1997), edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut), dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk mempermudah penanganan makanan.

Edible film merupakan lapisan tipis dari materi yang dapat dimakan yang diletakkan diatas permukaan produk makanan untuk menyediakan penghalang bagi uap air, oksigen dan perpindahan padatan dari makanan tersebut. Aplikasi dapat dilakukan langsung pada permukaan makanan dengan cara pencelupan, penyemprotan atau brushing. Sebuah pelapisan yang ideal didefinisikan sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan buah segar tanpa menyebabkan keadaan anaerobik dan mengurangi kerusakan tanpa mengurangi kualitas buah. Selain itu edible film dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan air ( Avena–Bustillos et al., 1994 dalam Sonti, 2003 ).

Edible film dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu hidrokoloid, lemak, dan campuran keduanya. Golongan hidrokoloid dapat dibuat dari polisakarida (selulosa, modifikasi selulosa, pati, agar, alginat, pektin, dekstrin), protein (kolagen, gelatin, putih telur), termasuk golongan lipid. Edible film campuran terdiri dari campuran lipid dan hirokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing – masing (Guilbert, 1986 dalam Redl et al ,1996).

Beberapa keunggulan edible film dibandingkan dengan bahan pengemas lain yaitu (Nisperos-Carriedo et al., 1992; Park et al., 1994; Sothornvit and Krochta, 2000 dalam Sonti ,2003):

  1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula , dan komponen flavor
  2. Mengurangi kehilangan berat
  3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan
  4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan
  5. Memperpanjang umur simpan
  6. Mengurangi penggunaan pengemas sintetik

Salah satu fungsi utama dari edible film adalah kemampuan mereka dalam peranannya sebagai penghalang, baik gas, minyak, atau yang lebih utama air. Kadar air makanan merupakan titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba, dan menyediakan mouthfeel dan tekstur yang baik. Edible film dapat mengontrol Aw (water activity) melalui pelepasan atau penerimaan air ( Druchta and Catherine , 2004 ).

1.2 Sifat Fisik Edible Film

Sifat-sifat fisik edible film antara lain:

a. Ketebalan edible film

Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi hidrokoloid pembentuk edible film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatil lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc. Hugh, 1994). Kepaduan dari edible film atau lapisan pada umumnya meningkat secara proporsional dengan ketebalan (Guilbert and Biquet, 1990).

b. Transmisi uap air edible film

ASTM (1989) dalam Cuq et al.(1996) lebih lanjut mendefinisikan transmisi uap air sebagai kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan ketebalan tertentu, pada kondisi yang spesifik.

c. Warna edible film

Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan pembentuk edible film dan suhu pengeringan . Warna edible film akan mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas et al., 1997).

d. Perpanjangan edible film atau elongasi

Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentangnya (Gontard et al., 1993).

e. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength

Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel (Gontard et al., 1993).

1.3 Pembentukan Edible Film

Teknik yang dikembangkan dari edible film hidrokoloid (Guilbert and Biquet, 1990), yaitu:

  1. Coacervation sederhana atau penggumpalan yang melibatkan pemisahan material pelapis dari larutan dengan pemanasan, pengubahan pH dan penambahan pelarut.
  2. Gelifikasi, yaitu proses perubahan menjadi gel atau koagulasi panas (perubahan dari cairan menjadi padat), dimana pemanasan makromolekul menyebabkan perubahan sifat menjadi gel.

Gel mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastis (elasticity) dan kekakuan (rigidity). Gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks, namun sampai saat ini masih banyak hal-hal yang belum diketahui tentang mekanismenya. Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya (Mc. Hugh, 1994).

Kekuatan edible film terkait dengan struktur kimia polimer, terdapatnya bahan aditif dan kondisi lingkungannya selama berlangsungnya pembentukan edible film (Banker, 1986 dalam Kester and Fennema, 1996).

Menurut Guilbert (1986), tahapan pembuatan edible film adalah sebagai berikut:

a. Pensuspensian bahan dalam pelarut

Pembuatan larutan film diawali dengan pensuspensian bahan dalam pelarut seperti etanol, air atau bahan pelarut lain.

b. Penambahan plastizicer

Plastizicer ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanik yaitu memberikan fleksibilitas pada sebuah polimer film sehingga film lentur ketika dibengkokkan, tidak mudah putus dan kuat.

c. Pengaturan suhu

Pengaturan suhu pada pembuatan edible film bertujuan membentuk pati tergelatinisasi yang merupakan awal pembentukan film. Suhu pemanasan akan menentukan sifat mekanik edible film karena suhu ini menentukan tingkat gelatinisasi yang terjadi dan sifat fisik pasta yang terbentuk.

d. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menguapkan pelarut sehingga diperoleh film. Suhu mempengaruhi waktu pengeringan dan kenampakan film yang dihasilkan.

Bila pasta yang terbentuk ketika proses gelatinisasi mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. Dengan demikian mereka menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi tersebut disebut retrogradasi (Winarno, 2002).

Produk pangan biasanya sangat kompleks, efek dari kandungan lainnya juga mempengaruhi ketika mengevaluasi fungsional pati yang berhubungan dengan viskositas. Lemak, gula, protein dan garam dapat mempengaruhi gelatinisasi, pengentalan dan retrogradasi. Biasanya, adanya kandungan yang berinteraksi (pelapisan, ikatan, atau membentuk kompleks) dengan granula atau bersaing dengan granula untuk berikatan dengan air dapat memberikan dampak negatif pada kekentalan. Sebagai contoh, lemak memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan granula pati dan menghalangi hidrasi, menghasilkan perkembangan kekentalan yang rendah.

Gula dan padatan lain membatasi gelatinisasi dan pengentalan dengan bersaing untuk keberadaan air. Kandungan pangan lainnya, seperti protein dan garam, juga dapat merubah kenampakan pati dan harus betul-betul dipertimbangkan ketika kandungan pati pangan diformulasi (Anonymous, 2006b). Berikut merupakan berbagai macam jenis film dengan beberapa sifat fisik yang dimilikinya.

Tabel 1. Nilai Beberapa Sifat Fisik edible film

Jenis Film

Ketebalan (mm)

Difusi Uap Air gmm/m2.d

Referensi

“edible film” Polisakarida

Hydroxypropylmethylcellulose / Stearid Acid

Hydroxypropylmethylcellulose / Polyetylen Glycol

Stearid Acid: Hydroxypropylmethylcellulose

Stearid Acid: Palmitic Acid: Hydroxypropylmethylcellulose: Polyetylen Glycol

BW/ Stearid Acid: Palmitic Acid: Metylcellulose.: Hydroxypropylmethylcellulose

BW/ Metylcellulose.: Polyetylen Glycol

0,019

0,036

0,019

0,041

0,056

0,05

0,026

6,48

0,016

1,92

0,058

0,096

Hagenmaier&Shaw

(1990)

———————-

——————-

Kamper&Fennema (1984)

Greener&Fennema (1989)

“edible film” Lemak

Acetylatedmononglycerida

Parafin Wax

Chocolate

Beeswax

-

-

-

-

2,00-5,36

0,0190

1,06

0,0502

Lovegren&Feuge (1954)

———————–

Biquet&Labuza (1988)

Greener (1992)

“edible film” Protein

Gluten; Glycerin

Zein; Glyserin

Whey Protein; Glycerin

0,101

0,12-0.33

0,106

4,84

7,69-11,49

6,64

Gennadios et.al (1990)

Park&Chinan (1990)

MC. Hugh (1994)

Sintetik

LDPE

HDPE

Chellopane

-

-

-

0,079

0,02-0,086

7,27

Smith (1986)

Smith (1986)

Taylor (1986)

Sumber: Krochta et al. (1994)

Ket HMPC : Hydroxypropylmethylcellulose

PEG : Polyetylen Glycol

AM : Acetylatedmonoglycerida

PA : Palmitic Acid

SA : Stearid Acid

MC : Metylcellulose.

Tabel 2. Nilai Elongasi dan Tensile Strength dari edible film

Jenis Film

Tensile Strengtht (Mpa)

Elongasi (%)

Referensi

Wheat Gluten:Lactic Acid

Wheat Gluten:Lactic Acid

Wheat Gluten:Lactic Acid

Wheat Gluten:Glycerin

Wheat Gluten:Soy

Protein:Glycerin

Soy Protein:Glycerin

Collagen:Glycerin

Collagen:Sorbitol:Glycerin

Corn Zein:Glycerin

Wheat Gluten:Glycerin

Sintetik

LDPE

HDPE

PVDC

PET

0,01

0,01

0,02

2,6

4,4

4,3

8,1

9,1

13,2

3,9

8,6-17,3

17,3-34,6

48,4-138

13,8

75

72

63

276

233

78

25

38

-

-

500

300

20-40

650-800

Wall&Beckwith(1969)

——————-

——————-

Gennadios et.al. (1993)

——————-

Brandenburg et.al (1993)

Hood (1987)

——————-

Gennadios et.al (1993)

——————-

Briston (1988)

Sumber : Krochta et al. (1994)